Adat Bersaprah: Duduk Sama Rendah, Berdiri Sama Tinggi
Sambas_(Kemenag) Budaya bersaprah Kabupaten Sambas menjadi tradisi adat Melayu yang telah lama berkembang, para tamu undangan disediakan tempat yang namanya Tarub sepanjang 20 tutung untuk berkumpul dikediaman Kepala Desa Saing Rambi Ilham sebagai tuan rumah pada acara walimatu ursy pesta pernikahan anaknya Galih Wilman dengan Diana binti Jawadi.
Rentetan acara mulai dari kata sambutan tuan rumah, kata sambutan perwakilan undangan, pembacaan Assalamu'alaik, pembacaan rawi dan asrakal, pembacaan doa serta pandangan umum hari Minggu 04/02/2024 pukul 08.00 Wiba dihadiri Kepala KUA revitalisasi Kecamatan Sambas H Ahadi,S.Sos, Camat Sambas Slamet Riadi, SH Kapolsek Sambas Kompol Abdul Muthalib, Kepala Desa se-Kecamatan Sambas, bersama tuan-tuan haji dan Hajjah, tokoh Agama, tokoh masyarakat serta handataulan sanak keluarga.
Misni Safari Ketua Majlis Adat Budaya Melayu (MABM) Kabupaten Sambas menerangkan tradisi makan nasi beramai-ramai di atas daun pisang atau wadah lain di lantai jamak kita temui di pelbagai daerah di Indonesia, tradisi ini memiliki nama khusus, seperti megibung di Bali, bancakan di Sunda, dan saprahan di Kalimantan Barat, ungkapnya.
Kesempatan yang baik di majlis tarup oleh H. Subhan Nur membahas tradisi makan bersama saprahan masyarakat Sambas, Kalimantan Barat. Sambas merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat. Lebih lanjut dipaparkan sejarahnya, Sambas merupakan salah satu kesultanan terletak di bagian pantai barat paling utara provinsi tersebut, imbuhnya.
Tokoh adat dan pembina MABM H. Subhan Nur memberikan pandangan umum, mengatakan tradisi saprahan merupakan adat istiadat Melayu, diambil dari kata dalam bahasa Arab, yakni menurut kepercayaan masyarakat kita berarti sopan santun, atau kebersamaan yang tinggi, mengandung semangat ‘duduk sama rendah, berdiri sama tinggi’ tegasnya.
Saprah sendiri terdiri Nasi, tempat cuci tangan, pinggan enam biji, lauk-pauk lima, enam bahkan tujuh macam, buah-buahan, air minum serta lap tangan artinya ‘berhampar didalam talam, yakni budaya makan bersama dengan cara lesehan atau bersila secara berkelompok dalam satu barisan. Kebiasaannya satu kelompok terdiri dari enam orang yang duduk saling berhadapan sebagai suatu kebersamaan, katanya.
Ditambahkan tokoh adat bahwa tradisi saprahan adalah tradisi adat rumpun Kerajaan Melayu, termasuk di Sambas, juga berlaku di Pontianak, Singkawang, Mempawah, atau daerah lain yang masih kental budaya Melayu, tidak meninggalkan adat tradisional yang kental dengan nuansa kebersamaan, dengan motto: "adat bersandarkan Syara', Syara' bersandarkan kitabullah tuturnya". (AHD)

0 Response to "Adat Bersaprah: Duduk Sama Rendah, Berdiri Sama Tinggi"
Posting Komentar